Pengikut

Kamis, 27 Desember 2012

Sadang/ Sadeng Kebumen Kunci Pembuka Persemayaman Terakhir Gajah Mada


Disinyalir peninggalan Megalitik letak seperti sengaja disusun
Disinyalir peninggalan Megalitik letak seperti sengaja disusun (Sadang- Kebumen)

Nama daerah Sadeng tersebut dalam kitab Nagarakertagama dan Pararaton. Di dalam Nagarakertagama disebutkan bahwa Raja Tribuwana memerintah, didampingi suaminya Kertawardana menumpas pemberontakan di daerah Sadeng dan Keta. Sedangkan dalam Pararaton disebutkan bahwa terjadi pesaingan antara Gajah Mada dan Ra Kembar dalam memperebutkan posisi panglima penumpasan Sadeng. Tribuwana akhirnya berangkat sendiri menyerang Sadeng. Dalam riwayat lain disebutkan pula bahwa setelah Gajah Mada berhasil meredakan pemberontakan Sadeng, dia kemudian dilantik menjadi Patih Amangkubumi. Dia juga mengucapkan Sumpah Palapa pada pelantikannya itu.Riwayat ini telah lekat dan mendarah daging dalam ingatan para pecinta sejarah kejayaan Majapahit.  Begitu juga berbagai macam versi tentang sosok Gajah Mada baik dalam riwayat Jawa Timuran, Bali, maupun Jawa Barat.
Satu hal yang terlupa adalah penelusuran tentang daerah Sadeng itu sendiri. Hal ini sangat wajar, terlebih sosok Gajah Mada merupakan tokoh yang sangat misterius. Para sejarawan pun berlomba – lomba untuk menemukan kelengkapan riwayat biografinya daripada riwayat pelengkapnya seperti lokasi daerahnya dan lain – lain yang sesungguhnya bisa sedikit membantu dalam mengurai kegelapan sejarahnya itu.
Berangkat dari hal tersebut, penulis tergugah untuk menelusuri daerah Sadeng yang sesungguhnya mempunyai peran besar dalam perjalanan karir sang Maha Patih kerajaan Majapahit ini.

Beberapa Nama Sadeng
Nama Sadeng terdapat di beberapa daerah antara lain:
  1. Sadeng di wilayah Bogor Jawa Barat
  2. Sadeng di wilayah Gunung Pati di Semarang
  3. Sadengrejo di daerah Pasuruan
  4. Sadang di daerah Kebumen

Analisis kelayakan
  1. Sadeng di wilayah Bogor; menurut penulis, daerah ini sangat tidak sesuai dengan Sadeng yang dimaksud dalam riwayat Gajah Mada. Hal ini didasarkan pada logika bahwa hingga masa terakhir Gajah Mada menjabat sebagai Maha Patih, daerah Jawa Barat belum sempat ditaklukan Majapahit. Hal ini disebabkan karena diberhentikan dengan segeranya Gajah Mada sebagai Maha Patih akibat peristiwa perang Bubat. Sadeng Bogor kemungkinan merupakan wilayah dari kerajaan Sunda Pajajaran dengan rajanya Linggabuwana pada saat itu.
  2. Sadeng di wilayah Gunung Pati Semarang; menurut penulis, daerah ini juga bukan daerah yang dimaksud dalam riwayat, sebab hingga kini belum ada riwayat penemuan bekas bekas kejayaan pemerintahan kerajaan di daerah tersebut.
  3. Sadengrejo di wilayah Pasuruan; daerah ini juga sangat kecil kemungkinannya sebagai daerah  yang dimaksudkan dalam riwayat Gajah Mada. Jika di wilayah tersebut merupakan tempat terjadinya pemberontakan, tentunya sudah sejak dahulu ditelitioleh para pakar sejarah. Apalagi daerah tersebut sangat dekat dengan pusat pemerintahan Majapahit.
  4. Sadang di wilayah Kebumen; menurut penulis, Sadang di daerah inilah yang mempunyai kelayakan sebagai tempat yang dimaksud dalam riwayat Gajah Mada itu. Analisis objektif penulis didasarkan pada:
    1. Kata Sadeng berubah menjadi Sadang sebagai akibat proses kebahasaan, seperti juga yang terjadi pada kata Bre Wijaya yang kini berubah menjadi Bra Wijaya.
    2. Adanya situs Punden Majapahit yang lokasinya berada di tengah sawah Majapahit.
    3. Banyaknya tokoh – tokoh Majapahit yang menghabiskan waktu hidupnya di daerah Kebumen, bahkan berlanjut hingga masa kerajaan Mataram. Beberapa tokoh tersebut antara lain; Senopati Majapahit Gajah Oling (makam di Gombong), Syekh Baribin/Panembahan Grenggeng (salah satu putra dari Brawijaya terakhir, makam di Grenggeng Gombong). Gajah Mada (Moksha di Panjer, kini berada dalam kompleks eks pabrik Mexolie/ Sarinabati Panjer kebumen), Petilasan Danang Sutawijaya/Panembahan Senopati (di Kaligending), Lumbung padi terbesar Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma (di Panjer), Pertabatan Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sultan Amangkurat I dan Dipanegara (di Panjer), Pamokshan Singapatra di Kebumen, Petilasan Untung Surapati (di Karanggayam), Makam Pangeran Bumidirjo (di Kutowinangun), dan masih banyak lagi lainnya.
    4. Peristiwa perjalanan ke barat dalam rangka pelamaran putri Raja Pajajaran oleh Kerajaan Majapahit tentunya melalui jalur Urut Sewu Kebumen yang sejak dahulu kala telah dikenal sebagai jalur utama penghubung berbagai daerah di pulau Jawa khususnya di wilayah selatan. Artinya wilayah Kebumen yang pada waktu itu kemungkinan memiliki nama lain seperti misal Panjer, Sadeng, Galuh/Sigaluh dan lain – lain telah dikenal oleh Majapahit.
    5. Adanya bekas Asistenan jaman Belanda di wilayah Sadang Wetan yang membuktikan bahwa di daerah tersebut pasti memiliki keistimewaan tersendiri, sebab telah menjadi pola dari Belanda dalam tiap mendirikan tempat pemerintahan dan tempat – tempat pentingnya pasti selalu menempati wilayah yang merupakan bekas kejayaan masa lalu nusantara.
    6. Kata Pemberontakan dalam konteks Pemberontakan Sadeng, bisa diartikan sebagai subjektifitas kedaerahan mengingat kitab tersebut adalah kitab yang ditulis oleh wangsa atau penguasa yang dominan pada waktu itu. Artinya ada kemungkinan juga bahwa Sadeng sebetulnya merupakan wilayah mancanegara dari Majapahit atau kerajaan tersendiri yang berusaha ditaklukan oleh Majapahit. Karena melakukan penolakan atau perlawanan, maka Sadeng kemudian dianggap sebagai pemberontak. Sebuah wilayah atau pemerintahan berani melakukan pemberontakan pastinya telah memperhitungkan kekuatan pihak yang akan diberontak, artinya Sadeng telah memperhitungkan kekuatan Majapahit yang saat itu telah menjadi kerajaan yang besar, dapat diartikan juga bahwa Sadeng bukanlah wilayah dengan kekuatan yang kecil.
Penelusuran penulis bersama tim independent terhadap artefak – artefak atau prasasti yang mulai membuahkan hasil semoga makin menemukan titik terang, sehingga bisa menambah kuat anak kunci dalam membuka gerbang kokoh misteriusnya Gajah Mada, seorang Maha Patih yang mempunyai cita – cita luhur melebihi sang raja. Semoga Sang Gajah Mada alias Sabda Palon, merestui dan segera menuntun kita semua dalam menemukan anak kunci tersebut, sebab telah saatnya wahyu Pancasila mendunia kembali bersemayam di bumi Nusantara untuk mendamaikan dan meredam Perang Dunia Ketiga atau Perang Agama. Wahyu Pancasila inilah reinkarnasi Sumpah Palapa Gajah Mada 700 tahun yang lalu, sesuai dengan Jangka para Leluhur Pandita Ratu masa lalu, bahwa Gantining Urubing Pemimpin Negara ing Wahyu iku saben 700 tahun. Rahayu. (Oleh: Ravie Ananda – Kebumen, Jumat Wage 03 Agustus 2012)

Tidak ada komentar: