Pengikut

Rabu, 26 Desember 2012

Memahami Semesta di Karangsambung

http://travel.kompas.com/read/2012/11/12/10230463/Memahami.Semesta.di.Karangsambung


KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO Andri (30), wisatawan asal Banjarnegara, Jawa Tengah, mengabadikan salah satu singkapan geologi batuan metamorf di Kompleks Geowisata Karangsambung, Kabupaten Kebumen, Jateng, Kamis (11/10/2012). Cagar alam geologi seluas 22.000 hektar ini menyimpan kekayaan geologi terlengkap di Jawa.
Oleh Gregorius Magnus Finesso
Tahukah Anda bagaimana bentuk batuan dasar pembentuk Pulau Jawa? Penasaran menyaksikan gugusan lava bantal beku menempel di atas batuan sedimen yang semestinya hanya ada di pematang samudra seperti di Hawaii? Semua kekayaan geologi purba ini terbentang di Karangsambung, Kebumen.
Nama Karangsambung boleh jadi cukup asing di telinga orang awam. Namun, tidak demikian bagi para penggila geowisata di Tanah Air dan mancanegara. Kawasan cagar alam geologi seluas sekitar 22.000 hektar ini layaknya kotak hitam (black box) bagi segala proses alam semesta.
Memasuki kawasan yang berada sekitar 19 kilometer sebelah utara pusat Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, gugusan perbukitan membentang di kiri-kanan jalan. Beberapa dinding bukit terbentuk dari lapisan batu yang berbentuk unik. Bahkan, di salah satu lokasi batu-batu raksasa seperti terekam dalam film Laskar Pelangi di Pulau Belitung berserak di persawahan.
Di sepanjang jalan tersaji panorama elok dari bukit, lembah, hingga aliran Sungai Luk Ulo, sungai terbesar di Kebumen. Semakin ke utara, udara kian sejuk dan sepi. Beberapa pakar geologi bahkan menyebut kawasan ini sebagai ”Yellowstone National Park”-nya Indonesia.
Karangsambung menyimpan pelbagai monumen geologi yang sangat unik. Ini tidak lepas dari letak geografis wilayah ini sekitar 120 juta tahun lalu yang merupakan dasar laut dan menjadi pertemuan lempeng benua dan samudra. Proses subduksi selama ratusan juta tahun menyebabkan batu-batuan purba itu tersingkap ke permukaan.
Di sini tersingkap aneka batuan dari berbagai umur dan proses kejadiannya. Batuan-batuan itu merupakan rekaman peristiwa pembentukan muka Bumi. Wilayah yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai cagar alam geologi di Indonesia pada 2006 itu kini dikelola Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Batu tertua Jawa
Kepala Bagian Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung LIPI, Suyamto mengatakan, beberapa situs bisa dipelajari untuk mengetahui sejarah Bumi, khususnya proses evolusi lempeng Asia bagian tenggara.
Misalnya, situs batuan metamorf serpentinit di Pucangan. Batuan ini berwarna kehijauan dan berasal dari perut Bumi di bawah lantai samudra. Batu ini merupakan batu ultrabasa hasil pembekuan magma pada kerak samudra. Formasi batu ini berubah saat bersentuhan dengan air laut dan berubah lagi ketika masuk zona tunjaman dan terangkat ke permukaan Bumi.
Salah satu kekayaan utama cagar alam geologi ini adalah batuan metamorf sekis mika di Kali Brengkok. Di sini pengunjung bisa menyentuh langsung batuan mineral mika yang berkilau kala tertimpa sinar Matahari. Batuan tertua ini tersingkap dan menjadi pembentuk fondasi Pulau Jawa. Pengukuran dengan radioaktif menunjukkan batuan ini berumur 121 juta tahun, dari zaman kapur.
Batuan alas Pulau Jawa ini memiliki nilai ilmiah tinggi karena membuktikan bahwa sejak zaman itu telah terjadi tumbukan lempeng samudra dengan lempeng benua di kawasan Karangsambung. Batuan ini berasal dari pasir yang mengandung mineral asam dari lempeng benua yang masuk ke zona subduksi dan berubah jadi sekis mika.
Fenomena geologi lain yang tersingkap di kawasan yang secara geografis membentang di Kebumen, Banjarnegara, dan Wonosobo adalah situs batu rijang dan lava basal berbentuk bantal di Kali Muncar. Batuan sedimen ini terbentuk di dasar samudra purba 80 juta tahun lampau. Batu ini memberi fakta kuat bahwa dahulu Karangsambung adalah dasar samudra yang terangkat oleh proses geologi.
Batuan sedimen berwarna merah memanjang sekitar 100 meter pada dinding Kali Muncar itu ibarat layar pertunjukan wayang kulit atau kelir dalam bahasa Jawa. Ini membuat warga setempat menamainya Watu Kelir. Terlebih, di bagian atasnya terdapat batuan beku yang bentuknya mirip kenong dan gong (alat musik Jawa).
Kendati dikelola LIPI sejak 1970-an, pengemasan wisata geologi baru dimulai 10 tahun lalu. Kepala UPT Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung (BIKK) LIPI Yugo Kumoro mengatakan, untuk mendukung paket wisata geologi disediakan fasilitas pendukung berupa tempat penginapan, asrama, perpustakaan, dan bengkel kerja kerajinan batu mulia di kawasan kantor BIKK LIPI di Karangsambung.
Memahami Indonesia
Kegiatan wisata ilmiah juga meliputi ceramah ilmiah populer, diskusi, kunjungan lapangan ke sejumlah lokasi penting, melihat koleksi batuan, serta proses pembuatan batu mulia. Selain itu, wisatawan juga bisa mengikuti kegiatan perburuan atau pencarian batuan di aluvial Sungai Lukulo, sungai terbesar di daerah ini.
Sejauh ini ada dua paket yang ditawarkan bagi pengunjung umum, yakni durasi empat jam dan delapan jam. Jumlah rombongan sekitar 40 orang. BIKK LIPI juga membuka kesempatan wisata dengan durasi lebih lama.
Paket wisata edukatif ini relatif terjangkau, yakni Rp 5.000 per orang yang berdurasi empat jam dan Rp 10.000 per orang untuk durasi delapan jam. Jika menginap, tarif fasilitas asrama pun Rp 60.000 per malam.
”Pengunjung umum kebanyakan dari kalangan pelajar, mulai SD hingga perguruan tinggi. Kalau khusus mahasiswa geologi memang sudah sejak lama menjadikan kawasan ini sebagai lokasi praktik dengan durasi kunjungan minimal satu bulan,” kata Yugo.
LIPI juga telah mempromosikan paket wisata edukasi ini ke sejumlah institusi pendidikan di Jateng dan Yogyakarta. Diharapkan paket kunjungan wisata minat khusus ini dapat disatukan dengan wisata edukatif lain di Yogyakarta serta wisata karst Gombong Selatan.
Namun, harus diakui fasilitas pendukung masih sangat minim. Akses jalan belum memadai, terutama dari kantor BIKK ke arah utara. Belum ada warung makan dan penjual kerajinan.
Yugo juga mengeluhkan penambangan liar pasir dan batu di sepanjang Sungai Luk Ulo. Aktivitas itu kian mengancam ekosistem bebatuan langka di sekitarnya. Dia berharap pemerintah mendukung pelestarian kawasan yang menyimpan kekayaan geologi jauh lebih lengkap dari Langkawi Geopark di Malaysia tersebut.
Sumber :
Kompas Cetak
Editor :
I Made Asdhiana

Tidak ada komentar: